| Sunset di Sidangoli, Dokumentasi Agustus 2021 |
“Kukuruyuk” Pagi-pagi suara ayam
jantan sudah mulai berteriak. Adik kecil dengan muka manis tersenyum. Matanya
masih tertutup, tapi jiwanya sudah bangun.
“Kukuruyu uk uk uk
uk uk uk” suara ayam jantan terdengar lagi dengan terbatuk-batuk. Adil kecil
tertawa.
“Selamat pagi.”
Jawab adik kecil. “Makanya kalau kasih bangun tidak usah kuat-kuat,
terbatukkan?”
Adik kecil ini
manja sekali. Sekarang sudah kelas 5, hari ini dia sudah masuk sekolah. Dia
namanya Ririn. Waktu kecil dulu kalau ditanya “Kamu namanya siapa adik kecil?”
dia selalu jawab “Ririn”. “Iini uangnya siapa?”, dia langsung jawab “Punya
Ririn.” kecuali kalau ditanya, “Bau sekali, siapa yang kentut?”, dia selalu
tutup hidung sambil menjawab, “siapa yang kentut?”, terus berteriak “mengaku?”
Ririn tinggal
bertiga dengan mama, dan papa. Mama Ririn punya hobi memasak, tapi tidak bisa
bikin kue. Kue bikinan mama kelihatan hitam, pahit kalau dimakan. Ririn suka
baprotes, “Ma, lebih baik kita beli kue di luar aja ya. Lebih irit daripada bikinanan
mama.” Ririn protes “Lebih murah, yang penting tidak hitam.” Lanjut Ririn.
Papa Ririn pegawai
kantoran biasa dengan gaji pas-pasan. Cukup menghidupi keluarga kecil ini. Tidak
lebih tidak kurang.
Cita-cita Ririn
ingin jadi presenter. Teman lainnya melihat tayangan acara ainimasi, Ririn berbeda,
dia lihat berita. Ririn sering mengikuti presenter di televisi. Waktu kecil
bakat dia sudah mulai keliahatan. Kalau mama bilang “mama” Ririn juga mengikuti
“mama.” Yaiyayah Ririn belajar berbicara.
Kadang-kadang
Ririn sering mewawancari mama di dapur. Ririn memakai pencil dijadikan
microfon. Ririn gayanya sudah jadi presenter kecil.
“Mama lagi bikin
apa?”
“Mama lagi masak
dik. Terus adik lagi ngapain?”
“Ririn lagi
wawancara, tidak usah balas tanya ma.” Ririn tidak suka mama tanya balik. “Lagi
masak apa?” Ririn melanjutkan.
“Mama masak nasi
goreng.”
“Ririn suka nasi
goreng. Bikin yang enak ma.” Usul Ririn. “Demekian berita dari dapur Ririn.
TVnews melaporkan.”
Dilain waktu,
Ririn suka menginformasikan berita tidak penting. Bagitu tidak pentingnya Ririn
tetap jadi presenter mau kasih informasi ke kita semua.
“Di luar hujan
lebat. Kolam ikan kebanjiran. Ikan tenggelam. Kasihan sekali.” Ririn diam
sejenak. “Untung Mereka bisa berenang. Sampai sekarang ikan tidak mau keluar
dalam air. Mereka sudah betah sampai dipanggil kacang lupa kulitnya.” Ririn
bapikir sebentar.”Bukan kacang lupa kulitnya, tapi ikan lupa daratan. Saya
Ririn TVnews melaporkan.” Mama dan papa cuma bengong dengan tingkah Ririn.
Ririn suka sekali dengan
karakter Shizuka di film ainimasi Doraemon. Kata dia, “Shizuka itu cantik, manis,
dan pintar sama dengan Ririn.” Begitu suka dengan Shizuka, sampai-sampai Ririn temboknya
dikasih gambar Shizuka. Tas gambar Shizuka, sepatu juga gambar shizuka. Untung
sekolah tidak bolehin sepatu gambar Shizuka. Ririn terpaksa memakai sepatu
hitam putih.
Hari ini, sudah
bulan Juli Ririn ulang tahunnya ke sebelas. Tidak meriah, seperti ulang tahun teman-teman
Ririn. Ada yang kasih kado, kasih amplop, dan kue ulang tahun. Tapi Ririn ulang
tahun sebelum-belumnya, semunya tidak ada. Tahun ini, cuma satu yang dia mau minta,
sepedah. Sepedah buat pigi ke sekolah. Selama ini, dia dapat antar papa naik
motor bebek. Dia ingin mandiri saperti teman lainnya.
Tiap hari Ririn selalu
minta sepedah. Mulai dari tanggal 1 bulan Juli kemarin, padahal dia ulangnya
tanggal 31 Juli, masih satu bulan sudah kejar papa untuk beli sepedah.
Alasannya, “Ini sudah bulan Juli, Bulan ulang tahunnya Ririn.”
Jam 5 sudah lewat,
Ririn sudah siap mau mandi dan tidak lupa sholat subuh. Dia anak rajin, setelah
mandi tidur lagi. Masih mengantuk katanya. Tidak tahu kenapa ini hari dia malas
sakali. Tidak bantu mama menyapu. Tapi, mama basyukur Ririn tidak bantu, kalau
Ririn bantu semua berantakan. “Ma, kalau saya bantu jangan lihat hasilnya, tapi
niat di dalam hati.” Mama cuma bageleng kapala saja.
“Bangun sayang, sudah
jam 6, sebantar adik terlambat ke sekolah.”
Mama kasih bangun Ririn pelan-pelan.
“Ma sekarang masih
tanggal merah.” Ririn tunjuk kalender di dinding, sudah dikasih tebal pakai
spidol merah. Mama cuma senyum.
“Dik, hari ini
pertama adik masuk ke sekolah. Sebantar tidak dapat tampat duduk di balakang.”
Mama membujuk Ririn.
“Iya ma.” Ririn
terpaksa bangun. Dalam moto hidup Ririn tempat duduk terbaik, tempat duduk
paling belakang.
“Ma kapan papa
beli saya sepedah.” Ririn marajuk ke mama.
“Sabar sayang kalau
papa sudah ada rizki, Papa akan beli sepedah baru buat adik pakai pigi
sekolah.”
“Janji.”
“Iya, mama janji.”
Jawab mama lirih. Ririn peluk mama dengan erat-erat.
“Pelan-pelan
sayang, mama tidak bisa bernapas ini.” Ririn cuma tasenyum.
Ririn siap-siap
berangkat sekolah.
***
Perjalanan ke
sekolah Ririn diantar papa. Ini kebiasaan rutin papa mengantar Ririn ke
sekolah. Papa sering terlambat ke kantor. Papa setuju Ririn minta sepedah. Agar
Ririn dapat mandiri dan tidak menyibukkan papa.
Perjalan ke
sekolah, Ririn bertanya ke papa penasaran, “Pa, kenapa motor ini disebut motor
bebek, kenapa tidak disebut motor ayam?” Tanya Ririn panjang kali lebar, eh
bukan, kali tinggi.
“Karna kalau kita
panggil motor ayam, tidak menoleh sayang.” Jawaban papa sekenanya.
“Ih papa, saya
panggil motor bebek juga tidak menoleh juga.” Jawab Ririn tidak mau mangalah.
“Ini motor sayang,
bukan binatang.”
“Iya papa, saya sudah
tahu.” Ririn marajuk. Dia diam sampai sekolah. Papa kaku sekali, tidak bisa diajak bercanda.
***
Sudah sampai
sekolah Ririn berjumpa dengan teman sekelas, dia namanya Kina. Kina sudah
anggap saudara bagi Ririn. Kina teman dekat Ririn mulai kelas satu. Mereka
berdua tidak bisa pisah, lengket seperti perangko. Kalau Kina pergi ke kantin,
Ririn juga pergi kantin. Kalau Kina makan nasi kuning, Ririn juga makan nasi kuining.
Kalau Kina memaki, Ririn tidak ikut memaki. Ririn teman yang baik, dia balas dengan
nasehat. “Barang siapa marah-marah, akan cepat tua.”
“Selamat pagi
kina.” Sapa Ririn.
“Pagi, Ririn.”
Jawab kina
“Kemarin tidak masuk
sekolah kenapa kina?” Tanya Ririn asal.
“Maksudnya? Ririn kamu
sehat?” Tanya kina khawatir. “Pagi-pagi jangan mulai gila, kemarin masih libur
sekolah dua minggu.” Ririn masih mencari tempat duduk bagian belakang.
“Kina, pagi-pagi jangan
berteriak.” Ririn jawab. Dia sudah dapat tempat duduk, sebelah dengan Kina. Dia
tidak bisa jauh-jauh dengan Kina. Kadang-kadang barkelahi, tapi Ririn tidak
bisa jauh-jauh dengan kina.
“Ih, siapa yang
berteriak.” Kina sudah panas.
Suara bel sekolah
babunyi. Wali kelas Ririn dan Kina Bu guru cantik, masih sendiri. Mereka sering
panggil Ibu Eti. Bu Eti sangat sabar menghadapi mereka berdua. Pernah ada pelajaran
menggambar binatang. Kina menggambar Sapi. Terlalu kreatif, Kina menggambar
sampai di meja menggunakan spidol hitam.
“Tidak muat bu,
buku gambarnya.” Kata Kina. “Cuma dapat kaki, kina gambar bu.” Lanjut Kina
“Kina, gambarnya
bisa dikecilin.” Bu Guru kasih komentar.
“Tidak bisa bu, kalau
kecil, bukan sapi.” Ririn disamping Kina, juga ikutan Kina. Malah lebih parah, sudah
tembus tembok.
“Ririn, kamu
bagambar apa?” Tanya Bu Guru bingung dengan gambar Ririn.
“Serangga kaki seribu.” Ririn masih asyik
bagambar.”Masih 679 bu, kakinya masih kurang 300.”
“Ririn bisa menggambar
di buku gambar.”
“Sudah habis bu,
buku gambar Ririn.” Bu Guru cuma banapas dalam-dalam. Untung Bu Guru ikhlas
mengajar.
Pelajaran dimulai dengan membuat cerita selama libur sekolah. Ririn dan
Kina semangat sekali. Mereka dua sudah mulai menulis, berbeda dengan teman-teman
sekelas masih mencari ide cerita.
“Siapa yang mau
bercerita?” Tanya bu Guru.
“Saya bu.” Ririn
jawab langsung dia angkat tangannya Kina tinggi-tinggi.
Bu guru cuma bisa
senyum bingung. “Ririn dulu dah, maju bercerita tentang liburan sekolah”
“Iya bu.” Ririn
kecewa, bukan Kina yang maju.
“Ehem.” Ririn sudah
mulai bercerita. “Assalamu’alaikum
warohmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi teman-teman yang saya cintai,
pertama-tama sebelum saya bercerita, saya mulai
dengan bacaan surat Al-Fatihah. “
Teman-teman
bingung saling baku tatap muka, eh jangan terlalu sakit. maksudnya saling baku
haga.
“Untuk teman
non-islam bisa menyesuaikan.” Ririn melanjutkan bercerita. Sakelas tahu, kita tidakda
non-islam. Kita semua islam.
“Ririn sudah mulai
gila.” Kina berbicara dalam hati.
Ririn babaca surat
Al-Fatihah dengan lancar. Lalu Lanjut berceritanya
“Amiin. Waktu tu, saya
liburan pergi ke rumahnya kakek. Saya senang sekali. Di rumahnya kakek ada tiga
ayam, di sungai satu. Terus ada berapa ayam dirumahnya kakek?”
“Empat” jawab teman-teman
sekolah serentak. Kina masih bagaruk-garuk kapala yang tidak gatal.
“Salah, Tiga.”
“Empatlah, tiga
tambah satu empatlah.” Salah satu teman protes.
“Saya tanya ayam dirumahnya
kakek, bukan tiga tambah satu.” Jawab Ririn dengan teori dibuatnya sendiri.
Semua teman mengangguk setuju.
“Selanjutnya...”
Ririn diam sabentar. ”Bu mau minta izin kebelakang. Mau buang air. ”Tanya Ririn
pelan. Tidak menunggu jawaban dari bu guru, dia langsung keluar kelas.
Tidak lama, Ririn
kembali ke kelas. Dia berjalan santai tidak ada beban sama sekali.
“Maaf teman-teman,
tadi ada sedikit kendala teknis. ”Ririn lanjut bercerita. “Dua hari saya
menginap rumahnya kakek. Hari pertama saya diajak kakek berjalan di pantai,
memancing ikan. Tapi tidak dapat ikan. Jadi saya beli ikan di warung. Enak.”
“Hari kedua saya
berjalan dengan teman kampung, dia namanya Ali. Saya diajak kerumahnya. Dirumahnya
pelihara anjing. Saya dikasih peluit, tapi anehnya saya tiup tidak ada suara.
Anjing sebelah berteriak tidak jelas. Saya takut. Ali kasih tenang anjingnya.
Sekian dan terimakasih.”
Semua terdiam,
tiba-tiba sudah selesai. “menggantung sekali.” Teman laki-laki protes lagi.
“Kasih tepuk
tangan buat Ririn.” Bu guru menengahi. “Terimakasih Ririn, caritanya bagus sekali.”
“Bu guru, peliut
Ali punya, kenapa kok tidak ada suaranya?” tanya Ririn.
“Peliut itu,
dikhususkan untuk anjing. Perbedaan peliut kita sering dengar dengan Ali punya
terletak di Frekuensi. Frekuensi peluit manusia bisa dengar itu, 20-20.000 Hz.”
Bu guru menuliskan angka tasebut di papan tulis.
“Sedangkan peluit
Ali punya di atas 20.00 Hz. Juga bisa disebut Peluit Ultrasoinik. Kalau di
bawah 20Hz disebut dengan Infrasoinic.” Penjelasan Ibu guru panjang-panjang.
Semua murid sekelas
tidak mengerti.
“Materi tersebut
sebantar kita dapatkan di bangku SMP.”
“Alhamdulillah.”
Jawab Ririn dalam hati.
“Untung saja.”
Respon Kina. Ririn terseyum lihat Kina mengeluh. Pelajaran bercerita libur
sekolah sudah selesai.
***
Bel berbunnyi, semua
murid berhamburan keluar kelas. Ririn dan Kina menuju kantin sekolah. Mereka berdua
pesan nasi kuining. Tidak lama adi dan sandi datang.
“Gawat.” Ririn
berbicara sendiri. “Hatiku selalu bergetar lihat Adi.” Kina pewajah panik.
“Kamu sakit?” Kina
merespon.
“Tidak ada.”
“Kapan hatimu sudah
mulai bagetar.” Tanya Kina penasaran.
“Semenjak saya
pinjam penanya Adi tidak aku kembalikan.” Kina tapok jidat.
Adi dan Sandi, dari
kelas sabelah V (lima) B. Ririn dan Kina di Kelas V (lima) A. Mereka kalau sudah
berkumpul, selalu meriah. Mereka punya karakter rambut sendiri-sendiri. Kina dengan
rambut panjang terurai. Adi dengan rambut kribo lebat. Rambut Adi dulu tidak
kribo. Gara-gara salah pakai shampo. Sabun cair dijadikan Adi shampo. Ada-ada
saja. Sandi rambutnya model tentara. Ririn dengan wajah mainis pakai hijab.
Seperti biasa,
Kina punya uang lebih traktir Ririn makan nasi kuning. Adi traktir aku es teh,
dan Sandi dengan santai bantu baca do’a. Semua tahu, Ririn menabung buat beli sepedah.
“Aku punya tebak-tebakan.”
Ririn basemangat. “Apa perbedaan antara Sandi dengan Pak Satpam sekolah.”
“Sama-sama,
laki-laki.” Adi bajawab.
“Salah.”
“Nyerah dah.”
Jawab Kina.
“Sama-sama tidak
traktir aku.” Ririn berguarau Sandi.
Sandi tidak mau kalah
dengan Ririn. “Aku juga punya tebak-tebakan.” Sandi diam sebentar. “Binatang
apa punya nama cuma satu huruf?”
Ririn berpikir
keras, tapi tidak dapat jawaban. Nasi kuning Ririn sudah habis. Dia lihat nasi
Kina masi banyak. Ririn bantu menghabisin.
“Nyerah dah.”
Jawab Kina malas berpikir.
“G-Ajah. Gajah.”
Sandi tasenyum menang.
Adi juga mau kasih
tebak-tebakan juga.
“Gajah, gajah
terbang kelihatan apanya?”
“Kelihatan badannya.”
Ririn menjawab asal.
“Salah.”
“Kelihatan
sayapnya.” Jawaban Sandi.
“Nyerah dah.”
Jawab kina.
“Kelihatan
Bohongnya, mana ada gajah bisa terbang.” Semua terlihat kesal dengan jawaban
Adi.
Ririn, Adi dan
Sandi saling lihat ke Kina. Kina malas kasih tebak-tebakan. Terpaksa Kina kasih
pertanyaan.
“Gajah yang paling
besar apanya?” Kina basuara.
“Perut.” Tebak
Adi.
“Salah.” Balas
Kina
“Besar Kakinya”
Jawab Ririn.
“Masih salah.”
Balas Kina Singkat.”Menyerah?”
“Iyo, menyerah.”
Sandi sudah menyerah.
“Gajah besar
kandangnya.” Semua mengangguk setuju.
Selesai makan mereka
masih cerita kesana kemari. Adi sudah mulai bercerita liburan sekolah ikut
bersih-bersih pantai. Kebetulan di desanya Adi mengadakan bersih pantai dengan
Tema Lindungi Pantai dengan sampah plastik. Adi ikut kegiatan tersebut.
“Dipantai terlalu
banyak sampah plastik.” Adi sudah mulai bercerita. “Kita berishin pantai beramai-ramai.
Seru tidak bisa saya lupakan.”
“Terus pantai
sekarang sudah bersih?” Tanya Ririn.
“Tidaklah. Kalau kita
masih membuang sampah sembarang. Tidak pada tempatnya. Akan ada selalu sampah
di pantai.” Adi kasih penjalasan. Ririn asalnya membuang sampah bekas kerupuk
di bawah meja, dia ambil kembali terus kasih masuk tong sampah di sebelah.
“Kita kasih tahu
ya?” Adi mulai melanjutkan “Sampah plastik kita pakai ini tidak bisa terurai 10
sampe dengan 500 tahun. Aku bisa bayangkan ikan makan sampah plastik. Lama-lama
aku tidak bisa makan ikan.”
Kina berpikir
sajenak. “Berarti kita ubah kebiasaan buruk kita membuang sampah sembarangan.”
Kina menyimpulkan.
“Betul.” Adi
merespon. “Kalau bukan sekarang kapan lagi, kalau bukan kita siapa lagi.”
“Aku juga mau
bercerita ini.” Kina bersuara. “Selama ini, liburanku di rumah. Tidak pergi
kemana-mana. Aku cuma membantu ibu bikin kue. Sekarang aku sudah tahu caranya
bikin kue tart.”
“Hore.” Ririn basemangat.
“Kina, sebentar ulang tahunku, kamu yang bikin kue ya.”
“Ririn, aku masih
belajar.” Ririn pasang wajah bersedih. “Sabentar aku minta bantu mama dah.”
“Terimakasih
Kina.” Ririn memeluk Kina.
“Aku iri dengan kamu.”
Sandi meinimpali. “Aku juga ingin jadi anak mami juga.”
“Tidak usah iri. Kita
berbeda-beda tetap satu juga.” Ririn bersuara ngawur sambil minum es teh
tinggal sedikit.
“Masih jam 10,
masih pagi tidak usah menggila.” Kina protes.
Jam istirahat sudah
selesai, semua murid masuk kelas.
***
Setelah istirahat,
Bu guru mengajar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Bu Guru menjelaskan
tentang organ tumbuhan dan hewan. Sebelum masuk pelajaran. Bu Guru mengulang
kembali pelajaran di kelas 4.
“Siapa ya masih ingat ciri makhluk
hidup?”
“Saya.” Ririn angkat tangan. “Bernapas”
“Iya Ririn, Betul ada lagi.”
“Bu tumbuhan
termasuk makhluk hidup?” Kina batanya.
“Iya Kina,
tumbuhan termasuk makhluk hidup.”
“Tumbuhan bernapas
dengan apa bu?” Kina bertanya lagi.
“Pertanyaan bagus.
Tumbuhan bernapas menyerap Karbondioksida (CO2) dan mengeluarkan
Oksigen (O2), proses ini disebut dengan Fotosintesis.” Jawab Bu Guru
jelas dan singkat
“Bu alat pernapasan
tumbuhan apa bu?” Ririn batanya, tidak mau kalah dengan Kina.
“Tumbuhan punya 2
alat pernapasan. Pertama dengan stomata, kadua dengan Lentisel. Sebantar kita
balajar 2 alat pernapasan tumbuhan tersebut.”
“Yes.” Jawab Ririn
bersemangat.
“Ada yang tahu,
Paus bernapas dengan apa?” Bu Guru bertanya lagi.
“Insang Bu.” Salah
satu teman kelas menjawab.
“Bukan, Paus
termasuk mamalia terbesar. Tidak bisa banapas dengan Insang.” Bu Guru kasih
petunjuk lain.
“Lentisel Bu.”
Jawab Ririn Asal.
“Bukan Ririn. Ayo,
mendekati benar. Mamalia banapas dengan?”
“Paru-paru Bu”
Jawab Kina.
“Benar Kina. Jadi
Paus banapas dengan paru-paru.”
Selama satu jam
setengah Bu guru menjelaskan materi. Habis itu Bu Guru keluar kelas. Bu guru tidak
kembali, RIrin dan Kina menunggu kesal. Sudah satu jam lebih bu guru tidak
masuk kelas.
“Sepertinya kita
pulang tempo.” Kina kasih pendapat.
“Asyik, aku pulang
ikut kamu ya?” Ririn bersemangat. “Aku mau mampir rumahmu, mencoba kue yang kamu
buat.”
“Sudah habis.”
“Bohong.”
“Ih kau ini, tidak
percaya. Besok dah, Pas ulang tahunmu, aku buatkan kue yang paling enak.”
“Janji.” Jari
kelingkin RIrin di angkat ke arah Kina. Melambangkan sebuah perjanjian.
“Janji.” Kina
membalas jari kelingking Ririn. Perjanjian sudah disepakati.
“Jangan lupa kasih
lilin Sizuka ya.” Kina bengong.
“Insya Allah
Ririn, kalau ada ya.” Ririn peluk Kina.
***
Sekolah pulang
tempo, ini hari pertama masuk sekolah. Cuma dua pelajaran. Ririn pulang baku
gonceng dengan Kina. Naik sepedah Kina. Mereka berdua bergantian menggonceng.
Sudah sampai di
rumah Ririn langsung ke kamar mandi. Sudah selesai ke kamar mandi, mama bertanya
khawatir.
“Adik kamu kenapa?”
“Mules ma, perut Ririn sakit.”
“Adik jajan sembarangan ya.”
“Tidak ma. Ririn tidak jajan sembaran
ma, uang Ririn masih utuh ma.”
“Jangan bohong.”
“Bener ma”
“Lihat tuh, hidung adik sudah mulai
mancung.”
“Mama kira Ririn Pinokio, lihat
hidungnya Ririn. Masuk kedalam.”
“terus kenapa kebelakang tadi?”
“Ririn tidak kebelakang ma, Ririn
tadi kesamping. Kamar mandi kita disamping, bukan dibelakang.” Ririn protes. “aku
di sekolah di traktir Kina dan Adi ma.”
“Bener.”
“Iya ma.”
“Mama percaya. Lain kali jangan jajan
sembarang ya.”
“Tadi Ririn makan nasi kuning, tidak
jajan sembarang. Di kantin tidak ada jajan sembarang ma.” Jawab Ririn Polos.
“Ma Ririn lapar.”
“Bukannya perut adik masih sakit?
Sebantar adik kasih obat dulu ya.”
“Baik ma.”
Ririn dikasih skincare dibagian perut, kemudian makan. Tidak lama dia tertidur
dipangkuan mama. Mama ikut tertidur juga.
***
Hari ini ulang
tahunnya Ririn. Persipaan semua sudah siap. Mama dengan papa Ririn mendekor
pesta ulang tahun ala kadar saja. Tidak ada uang yang tersisa, uangnya
digunakan buat beli sepedah. Kemarin mama dan papa baputar-putar pasar cari sepedahnya
Ririn dengan gambar Shizuka. Mama sudah lelah, sepedah belum ditemukan. Tidak
kehabisan akal mama minta papa beli stiker Shizuka. Sepedah baru Ririn penuh dengan
gambar Shizuka.
Teman sudah berkumpul
di rumahnya Ririn. Cuma ada Kina, Adi, dan Sandi. Sebenarnya mereka datang tidak
diundang, pulang pun tidak diantar. Mereka seperti jailangkung. Serem.
Kina, Adi, dan
Sandi sudah belikan hadiahnya Ririn. Mereka patungan sama-sama. Cuma bisa beli
kamera polaroid. Kata mereka, kamera polaorid kamera canggih, kalau foto sudah
bisa langsung cetak. Mereka tidak salah,
tapi kan kamera polaroid dibuat memang bagitu.
Adi dan Sandi
masih pakai baju sekolah. Rumahnya mereka jauh tidak sempat ganti baju. Mereka sudah
siap memakai lapis baju. Sudah antisipasi memang. Adi lapis baju dengan tulisan
kata satu darah. Kalau Sandi lapis baju
dengan gambar Naruto, Serigala berekor delapan. Tidak tahu Sandi beli
baju dimana dapat serigala berekor depalan. Seharusnya berekor sebelas.
Kina perumah dekat
dengan Ririn perumah. Kina bisa baganti baju. Kina kelihatan cantik. Rambut
diikat ekor kuda dengan baju pink. Mama Kina tidak bisa datang Ririn peulang
tahun. Ada urusan mendadak kata Kina.
Kue ulang tahun sudah
siap. Permintaan Ririn kue ulang tahun dengan patung lilin Shizuka tidak terkabul.
Tidak ada yang jual. Mama Kina cuma kasih kue dengan kasih lilin angka 11, berarti
sekarang ulang Ririn ke 11.
Acara dimeriahkan dengan
6 orang, Ririn, Kina, Adi, Sandi, mama Ririn dengan papa Ririn. Sebelum meniup
lilin Ririn baca do’a. Kemudian batiup lilin. Kue dipotong.
Mama batanya
penasaran do’a Ririn. “Adik, kamu tadi berdo’a apa?”
“Ririn berdo’a,
semoga hadiah ulang tahun Ririn dikasih kado Smartphone.” Ririn jawab polos.
“Bukannya kemarin
minta sepedah.”
“Tidak jadi ma,
Ririn mau jadi presenter. Ririn mau punya youtube ma.” Mama saling melihat dengan
papa tidak maksud dengan hatinya Ririn.
“Kenapa presenter
tampil di youtube?” Tanya papa.
“Begini pa, kemarin
kucing Kina mati, kasian tidak ada yang tahu. Terus Ririn mau bantu Kina pa.”
Ririn menjelaskan.
“Yah, papa sudah
belikan sepedah buat Ririn.” Papa mengeluh.
“Tidak apa pa, sepedah
aja. Smartphone tahun depan dah.”
Jawab Ririn. Mama menggeleng kepala. “Mana pa sepedahnya?”
Papa mengeluarkan sepedahnya
dari kamar. “Tada, Ini sepedah baru buat Ririn. Sekarang Ririn sudah bisa pergi
sekolah sendiri. Tidak diantar Papa lagi.” Ririn semangat mepeluk Papa dan
Mama.
“Makasih ma, pa.
Mama dan papa paling terbaik.”
“Iya sayang, adik
harus nurut ya mama dan papa.” Mama balas dengan kasih sayang.
“Iya ma.”
Kue dibagikan mama
dan papa dahulu. Kemudian Kina juga, tidak lupa Ririn kasih kue Adi dan Sandi
porsi besar. Ririn mangerti, mereka dua makan banyak.
Kina, Adi, dan
Sandi memberi kado Ririn. Ririn senang sekali dapat kamera polaroid. Kamera ini
kelihatan ketinggala zaman. Tapi Ririn suka. Mereka empat foto bersama. Hari ini
adalah hari ulang tahunnya Ririn yang paling meriah.
-selesai-
0 Komentar